Sabtu, 31 Mei 2014

Dear Allah...



Dengan menyebut asma-Mu Yang Maha Mulia dan Kemuliaan yang melampau segala pengembaraan. Senantiasa terimalah rukuk dan sujud kami kepada-Mu. Curahkanlah sholawat, salam dan kebahagiaan untuk Sang Manusia Terpilih, pribadi yang paling dirindu kehadirannya di pelupuk mata. Yang lantaran ia, milyaran manusia menyeru kepada-Mu. Rasulullah, Muhammad Ibn Abdullah.
Dear Allah…
Engkau sungguh Maha Tahu akan diriku hari ini, kemarin, dan esok. Jika tanpa-Mu mustahil kiranya aku mereguk manisnya Iman di Bumi. Kau pelihara aku dengan sebaik-baik perlindungan dan kasih sayang. Limpahan cinta-Mu tak terlepas dari orang-orang yang telah Kau kirim untuk menemani hidupku yang singkat ini. Kau membuatku terlahir dari rahim seorang wanita Muslim yang teramat cantik parasnya dan baik hatinya. Ibuku. Kau juga masih memberiku hari-hari bersama pria gagah nan tampan yang tak urung berputus asa ketika Kau memberinya kegagalan. Bapakku. Serta seorang gadis kecil manja yang hidupnya begitu kami syukuri. Adikku.
Dear Allah…
Dalam perjalananku bertumbuh dewasa, Kau tidak pernah membiarkanku sendiri. Sendiri berjalan di jalan yang gelap, hina, dan terlaknat. Kau tak pernah membiarkanku terlantar dalam kesesatan. Kau berikan teman-teman terbaik ini kepadaku. Ini, merekalah gadis-gadis yang cantik wajah dan hatinya. Mereka yang selalu sabar ketika aku marah. Yang selalu memafkan dan menasehati ketika aku salah. Yang selalu menyemangati ketika aku lelah. Mereka pula yang senantiasa memotivasiku saat aku kalah. Senantiasa menghibur jiwaku saat resah dan gundah. Merekalah yang pertama kali mengajakku menapak lantai masjid sekolah. Mereka yang mengenalkanku apa itu dakwah. Terus berjuang bersamaku agar tetap istiqomah.
Ya Rabb…
Merekalah teman-teman seperjuanganku. Mereka belajar bersamaku, baik ilmu wajib maupun yang kifayah. Mungkin sulit bagiku untuk berhijrah jika mereka tak mengenalku. Sangatlah sulit untuk tetap bertahan jika tak ada kehadiran mereka di sampingku. Sulit meluapkan segala yang menyesakkan dada jika mereka tak mengertiku. Janganlah kiranya Engkau buat sedih hati mereka karna mereka tak pernah membuatku merasa sedih. Hadirkan selalu senyum di wajah mereka karna mereka selalu berusaha membuatku tersenyum. Hapuskan kesukaran dalam setiap urusan mereka karna mereka tak pernah menyulitkan aku. Hilangkan segala marabahaya karna mereka selalu melindungi dan tak pernah membahayakanku. Permudah setiap langkah mereka dalam beribadah dan menuntut ilmu. Jika mereka menuai kegagalan, segera gantikan dengan yang jauh lebih baik dari apa yang mereka harapkan. Cukupkan rizki kepada mereka hari ini dan di hari kemudian. Kabulkan doa-doa dan keinginan baik mereka. Berikan pahala untuk mereka. Limpahkan kebaikan dan kesejahteraan bagi mereka dan keluarga tercintanya. 
Lapangkanlah hati mereka agar mereka sudi memaafkan segala kesalahanku. Aku selalu saja menyusahkan mereka, mengganggu urusan mereka, dan begitu mudah menyalak kepada mereka. Semoga mereka berkenan melupakan kata-kata yang teramat sering menyayat hati mereka, perlakuan kasar dan ketidakpeduliaanku kepada mereka. Semoga mereka tetap senang hati jika aku ingin berteman dengan mereka.
Allah…
Merekalah teman-teman yang paling kucinta. Tautkanlah hati kami semua hanya kepada-Mu. Biarkan kami terus saling menasehati karena-Mu. Saling mengasihi lantaran kasih-Mu. Saling mengajak pada kebaikan dan saling mencegah terhadap keburukan. Saling menjaga dari kemungkaran. Ijinkan derap langkah perjuangan kami masih terdengar oleh dunia. Ijinkan raga-raga kami bermanfaat bagi banyak manusia. Ijinkan kami bersama-sama menjadi wanita shalihah yang dicemburui bidadari-bidadari surga. Dan semoga Engkau mengumpulkan kami dalam keadaan terbaik dan di tempat yang terbaik, Jannah…
Dear Allah…
Tiada kenikmatan ternikmat selain nikmat dari-Mu…
Maha Cinta Engkau daripada segala yang kucintai di semesta ini…


Your servant,

Hamba yang penuh dosa

Mereka; Ukhty Sindhy, Ulfah, Rani, Umi, Mega, Fymma, Dara, Indah, Dwi, Dhanik, Lisfa, Cintya, Rifa, Artika,  Intan, Tyas, Atis, Dini, Alien, Meris, Ambar, Dyar

Selasa, 04 Maret 2014

Apakah Kelak Kita Juga Seperti Ini?



Dahulu, pernah ada seorang lelaki yang ayahnya telah tua renta. Istri lelaki  itu selalu mengomelinya, “Aku muak melihat ayahmu, kerjaannya hanya makan, duduk-duduk dan tidur. Kita sudah berumah tangga, tak ada lagi kewajiban untuk merawat ayahmu. Sekarang kamu harus memilih antara dia atau aku. Jika kamu memilih dia maka aku akan pergi.”
            Sang suami menjawab dengan nada memelas. “Aku tak mungkin bisa, bila aku tak merawat ayahku sendiri, siapa lagi yang akan melakukannya, aku satu-satunya yang ia punya.”
            Sang istri tetap bersikeras dengan pendapatnya. Di satu sisi, sang suami juga sangat mencintai isterinya. Tak mungkn ada yang dipilih salah satu.
            Keesokan harinya, dia menyiapkan kereta (mobil). Lalu dia memanggil sang ayah yang sudah tua renta. “Aku akan pergi ke gunung dengan anakku, maukah ayah ikut? Udara disana baik untuk ayah.”
            Maka pergilah mereka bertiga ke gunung yang dimaksud. Kakek itu berbicara dengan cucu laki-lakinya yang masih kecil dan berbagi keceriaan bersama di sepanjang perjalanan. Lama berkereta, akhirnya mereka sampai di hutan yang sunyi. Orang itu menggelaar tikar di tanah, lalu mempersilahkan ayahnya untuk tiduran. Makanan kecil dan minuman disiapkan disampingnya. “Istirahatlah disini dulu ayah,” ujarnya, “Kami akan mencari kayu bakar.”
            Setelah menunggu beberapa lama, sang anak beserta cucu tak kunjung kembali. Dia sempat bingung dan khawatir akan hal-hal buruk yang terjadi pada mereka. Akan tetapi, beberapa jam kemudian, dia sadar bahwa dirinya dibuang oleh anaknya sendiri. Matanya berlinang air mata. Tega-teganya sang anak satu-satunya meninggalkan dirinya hidup sebatang kara di tengah hutan menunggu ajal. Apa daya? Apa yang bisa diperbuat oleh seseorang yang tua renta di tempat yang jauh dari pemukiman dan keramaian?
            Sementara itu anak dan cucunya berkereta pulang. Entah perasaan apa yang sedang berkecamuk dalam hati lelak ini.
            “Mengapa kita meninggalkan kakek di tempat yang sepi itu ayah?” Tanya sang anak.
            “Apakah kita akan menjemputnya nanti. Bagaimana kalau kakek dimakan harimau?”
            Ayahnya menjawab, ”Dia sudah uzur, biarkan dia tinggal disana sekarang.”
            Jawaban ini tak memuaskan anak kecil yang tak berdosa itu. “Tapi mengapa?” tanyanya, kemudian dia menangis seraya merengek. “Aku ingin bertemu kakek, aku mau bersama kakek.”
            Ayahnya membentaknya, “Dia sudah terlalu tua. Kataku, dia harus hidup disana!”
            Tangisnya memelan, “Baiklah, ketika aku dewasa nanti dan memiliki sebuah keluarga baru, ayah menjadi tua dan lemah seperti kakek. Aku akan meninggalkan ayah di gunung sendirian sebagaimana ayah telah meninggalkan kakek. Ayah akan mati disana dan aku tak peduli lagi.”
            Seketika laki-laki itu tercekat dan menghentikan mobilnya. Sadar bahwa dirinya telah berbuat dosa besar, ia kembali ke gunung sembari menangis. Menemukan ayahnya masih berada di tempat yang sama dengan wajah penuh kerutan dan bersedih. Dia pun berlutut di hadapannya. Ayahnya yang tua renta mengusap kepalanya, dan berkata, “Jangan menangis anakku. Aku dulu tidak meninggalkan ayahku di gunung, jadi bagaimana mungkin Allah membuatmu meninggalkanku disini?”
***
            Segala Puji bagi Tuhan dengan Maha Cinta-Nya, jauhkanlah aku dari perbuatan yang buruk dan mendurhakai ayah ibuku. Ampunilah aku dan kedua orang tuaku serta semua kaum mukmin pada hari kiamat.
            Maha Besar Engkau, Tuhan yang melampaui segala pengembaraan. Semoga kesejahteraan selalu tercurah kepada seluruh rasul.

Diambil dari buku berjudul “Nafas Cinta Ilahi” dengan beberapa penambahan dan pengurangan.

Selasa, 17 September 2013

Sozzis, Kado dari Ayah


Pagi tadi, ketika kubuka mata, kusadari bahwa jatah usia yang Allah tetapkan untukku sudah berkurang satu tahun. Sebenarnya dari dulu aku selalu berharap jika tahun kehilangan tanggal 17 September-nya. Karena di tanggal itu aku dengan terpaksa harus mengakui  bahwa diriku semakin tua.

            Rumah terindahku ini, mulai bising dengan suara-suara manusia penghuninya ketika jarum jam panjang memeluk angka enam, dan yang pendek masih kebingungan diantara angka enam dan lima. Aku sedang bersiap berangkat ke sekolah. Seperti biasa saja, kusiapkan buku pelajaran, mukena, dan air minum. Ketika sedang mengisi air ke dalam botol dari dispenser, ayah mendekatiku.

            “Airnya habis Mbak?” Tanya ayah.
            Kugoyang-goyangkan gallon sambil menjawab pertanyaan ayah, “Iya kayaknya.” Tapi kuyakinkan lagi, “Iya, habis.”

            Setelah aku beranjak dari hadapan dispenser biru, ayah mengambil gallon dari cengkeraman mulut benda itu. Lalu, setelah itu, aku tak tahu kelanjutannya. Aku pergi sarapan. Tak ada kata-kata atau ucapan special yang kuharapkan keluar dari mulut Ayah dan Ibu, karna aku tak pernah menganggap ulangtahun adalah sesuatu yang special. Yah, biarlah....

            Aku siap berangkat sekolah, dan disaat yang sama, ayah sudah kembali. Dispenserku kembali menyangga beban berat air dalam gallon. Tiba-tiba, ayah menyodorkan sebuah sozzis di hadapanku. Beliau berkata, “Ini buat bekal.”

            Entah kenapa aku terpaku ketika melihat senyum beliau merekah. Tenggorokanku serasa tersedak ketika menatap dalam mata beliau. Tapi kusadarkan kelumpuhan itu, aku tersenyum atau mungkin tertawa lepas, aku tak ingat. Yang pasti kuterima Sozzis itu dengan tangan kananku. Aku berjalan mencari Ibu sambil memandangi pemberian ayah. Sozzis rasa sapi. Ya, hanya satu sozzis. Tapi ini kali pertamanya Ayah memberiku sesuatu dengan mata sangat berbinar, senyum sangat tulus, ketika aku hendak berangkat sekolah. Aku yakin bukan maksud ayah memberiku sebuah Sozzis itu adalah kado untukku. Ya, kupikir ayah tak punya maksud apa-apa.

            Kudapati diriku sudah mengendarai motor menuju ke sekolah. Entah datang dari mana, mataku terasa panas. Kelopakku serasa ingin berkedip-kedip. Dan tanpa kusadari, butir-butir air telah merangkak menuruni pipiku. Mereka ternyata mengundangku untuk memikirkan ayah. Ayah yang baru tadi memberiku sebuah bekal. Mereka juga mengundang bibirku utuk melantunkan lagu ini.

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak

Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati

            Lagu itu untuk Ayah… untuk ayah yang selama delapan belas tahun menjagaku dengan segenap cinta dan kasih sayangnya. Ayah yang dengan segala kerelaan hatinya mengerahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk bekerja agar bisa mencukupi semua kebutuhanku, semua keinginanku. Ayah yang tak pernah menghendaki anaknya terjatuh, sakit, gagal, dan terluka sedikitpun. Ayah yang selalu menghadirkan senyum terbaik untuk Ibu, aku dan adik. Ayah yang selalu menyembunyikan kesedihan hatinya, kegundahan pikirnya, dan kelelahan raganya dari pandanganku.
Terima kasih Ayah...
Segala yang telah kau beri adalah kado terindah untukku, sepanjang massa..

Senin, 09 September 2013

Tutup Sendiri apa Ditutupin???

Kalo lihat perempuan pakek baju seksi, roknya mini, pasti rasanya HOT
Tapi kalo perempuan pakek gamis, berkerudung, nampak ADEM
Ahahay,
Maka dari itulah juga neraka itu HOT dan surga itu ADEM
Cantik cantik cantik cantiiikkk...(makasih lho ya..)


Aurat itu tidak akan tertutup dengan sifat lemah lembut
Tidak akan tertutup dengan berperangai baik
Tidak akan tertutup dengan sedekah yang banyak
Tidak akan tertutup dengan puasa senin kamis
Tidak akan tertutup dengan sholat ribuan rokaat
Nggak usah mahal-mahal, nggak usah susah-susah,
Aurat cuma minta ditutup dengan PAKAIAN YANG SEMPURNA

Yah, begitulah aurat.
Dia sebenernya malu kalau dilihat banyak orang, apalagi yang bukan mahramnya.
Dia juga nggak mau kena sinar matahari secara langsung.
Dia nggak mau kalo cuma dibelebet ketat gitu, itu kayak lemper, arem-erem, nogosari, embel-embel,..opo neh sing kiro-kiro enak?
Plis girl, jangan bikin aurat malu. Mengertilah dia...Dia nggak mau dikayak gituin...

Cowok itu suka kalo liat aurat yang jenisnya wanita, ukurannya 15-20an tahun,mereknya MOELOES & PUTIEH.
Cowok suka liat bagian aurat yang terurai itu, hitam kecokelatan, ada yang panjang ada yang pendek, ada yang lurus ada yang keriting, ada yang bauk ada yang wangi.
Cowok suka melototin aurat yang bertebaran.
Itu kayak obat tetes matane mereka, mereke insto paling.

Aduhai sahabat...
Tak malukah tubuhmu dilihat banyak orang?
Tak malukah kemulusanmu dinikmati banyak lelaki?
Tak malukah lekuk tubuhmu disaksikan jutaan mata?

Aduhai wanita yang cantik...
Bukankah Allah sudah memerintahkan?
Tutuplah auratmu, jangan tampakkan perhiasanmu...
Buka Qur'an surat An-Nuur ayat 31,
yang bunyinya, "Dan katakanlah...." goleki dewe ya popoke, aku gak apal soale.

Wis?
Wis digoleki durung?

Itu teman...
Aurat itu harus ditutup bukan dibukak.
Tunggu apa lagi?
Tunggu akhlak harus Islami?
Pakaian bahannya bukan dari akhlaq kok..
Atau tunggu tua?
Hey, ingat, wong tuwek gak bakal ayu dan menarik, gak bakal jadi perhatian orang.
Tunggu mau nikah?
Nikahh? Iya kalo ada cowok baik yang mau sama kamu, kalo nggak? (bukan nyumpahin lo yaa...)
Tunggu apa tunggu apa?

Sekarang tinggal dua pilihan,
Tutup sendiri sekarang juga mumpung masih cantik dan masih hidup, dan punya baju Muslim yang bagus-bagus.
Apa,
Kita-kita yang nutupin pake kain kafan, pas wajahmu udah biru-biru, kulitmu udah keriput-keriput dan tinggal masukkin ke liang lahat.
Ahhaa... siapa yang mau liat kamu?
Cacing-cacing, kecoa, belatung?
Abis itu ketemu sama makhluk-makhluk yang mengerikan, udaranya HOT POLL...
Mauuu?
Ayoo TUTUP SENDIRI apa DITUTUPIN?
Lagu-lagu sing ning radio kae ngeneki kan?

Lagu-lagu sing ning radio kae ngeneki kan?

Surat Akhwat Untuk Ikhwan


Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…
Afwan jiddan kalau dari judul saja sudah tidak berkenan di hati, kami  ikhlas jika antum tidak berhasrat untuk melanjutkan membaca.
Teruntuk para ikhwan …
Kami adalah manusia yang telah Allah sebutkan dalam Qalam-Nya. Yang dipasangkan kepada jenis manusia lainnya, laki-laki tentunya. Jika dari kaummu menganggap kami adalah fitnah terbesar bagi kaum kalian, apakah ada fitnah yang datang dari wanita-wanita yang berhijab? Apakah ada fitnah yang datang dari kami yang tak pernah mengenal apa itu bersentuhan dengan pria yang bukan mahram? Apakah pernah datang fitnah dari kami yang hanya mengenal cinta dan berusaha memupuk cinta pada Ilahi? Jika ada, kami segenap akhwat memohon maaf yang sebesar-besarnya karna telah menjadi penyebab kaum kalian terjerembab dalam fitnah hawa. Tapi jika tidak ada, mohon jangan samakan kami dengan wanita lainnya sebagai penyebab ‘fitnah terbesar’ di kaum kalian yang sungguh terhormat.
Suatu hal yang perlu diketahui juga adalah, banyak diantara kaum kalian yang menjadi penyebab rusaknya ukhuwah diantara teman-teman kami yang belum mendalam pemahamannya. Saudari kami yang belum pandai menyikapi perlakuan kalian, sangat mudah meletakkan nama kalian di posisi paling istimewa dalam hati. Sementara kalian tak menyadarinya. Kalian bersikap yang sama kepada wanita yang lain, yang kalian anggap biasa saja, tapi saudari kami menganggap special. Dan akhirnya nama kalian kembali berhasil bertengger di puncak hati saudari kami yang lain. Untuk kedua kalinya, kalian tidak menyadari. Kedua teman kami mulai sering membicarakan kalian, perlakuan-perlakuan kalian. Sampai ketika keduanya sama-sama bercerita, mereka tahu bahwa perlakuan yang kalian berikan ternyata juga diberikan kepada wanita yang lain. Ya, tentu kalian tahu bagaimana endingnya. Kedua teman kami bermusuhan. Dan sekali lagi, kalian tak menyadari bahwa ini akibat dari sikap kalian kepada kami.
Ya, mungkin kalian akan berkomentar, “siapa suruh ke-GR-an? Kalau situ nggak tebar pesona, kita juga nggak bakal gitu.”
Memang, kami adalah makhluk dengan tingkat GR yang tinggi. Sebuah emot senyum dari kalian saja sudah membuat sebagian dari kami jadi senyum-senyum sendiri sepanjang hari. Sebuah kata “jazakillah ya ukh” bisa jadi kata yang selalu menari-nari di pikiran sebagian dari kami. Apalagi jika dari kalian ada yang berani mengirimkan “ayo bangun tahajjud”, tentulah menjadi sms yang selalu tersimpan dan membuat sebagian dari kami merasa mendapatkan perhatian lebih. Tapi ingat, itu adalah sebagian dari kami, tapi kami, sebagian yang lain, menganggap bahwa hal-hal semacam itu adalah sebuah penghinaan bagi kami. Sebuah kata-kata yang telah menginjak-injak martabat kami. Seakan-akan hijab yang kami bangun selama ini dengan bata tarbiyah, semen sikap malu, dan pasir adab, telah runtuh. Hal tersebut seperti menandakan betapa tak mampunya kami menjaga hijab kami. Dan sekali lagi, kalian tak menyadarinya.
Untuk kalimat yang kedua, kami tebar pesona, kami mohon maaf. Kami juga tak menyadari bahwa ternyata kami yang berkerudung ini, punya banyak sikap yang belum pantas disandingkan dengan adab islami. Kami tak tahu jika kami berjalan ke masjid itu termasuk rangkaian dari tebar pesona. Kami juga tak tahu kalau pesan kami yang menanyakan perihal syuro’ itu, bagi kalian  adalah salah satu usaha menarik simpati. Maaf, kami tak tahu jika hal-hal seperti itu memunculkan perspektif negative di mata kalian. 
Kami minta tolong, tak usah membalas sms kami dengan menyertakan emot. Tak usah mengirimi kami pesan yang tak penting. Tak usah mengajak atau mengingatkan kami untuk melakukan ibadah. Apakah sudah tak ada lagi orang dari kaum kalian yang perlu kalian ingatkan? Tentu masih banyak. Biarlah kami meningkatkan ketaqwaan kami dengan cara kami sendiri. Biarlah kami mempertahankan harkat dan martabat kami. Biarlah kami menjaga hati kami, menjaga kesucian cinta kami. 
Betapa indah nan mulia sebuah cinta yang Allah tanamkan pada diri setiap makhluk-Nya. Betapa indah juga jika cinta itu datang tepat pada waktunya. Sebuah cinta yang berpondasi ketaqwaan kepada-Nya. Cinta yang tidak diselimuti keraguan, yang menumbuhkan kedamaian, kebaikan. Cinta yang mempunyai satu tujuan, tujuan untuk meraih surga-Nya.
Mari kita sama-sama menjadikan diri kita terbaik di mata Allah. Menjadikan hati kita bersih tanpa kedengkian. Menjadikan pikiran kita cerdas dengan pemahaman islam. Dan menjadikan cinta kita suci untuk satu hati dan tujuan. 
Subhanakallahuma wabihamdika asyhadu ala ilaa ha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik…
Surat ini dibuat tanpa ada maksud menjelek-jelekkan kaum laki-laki, sungguh. Jika ada kata-kata yang kurang berkenan di dalamnya, bahkan menggores hati, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh..